Rabu, 30 Desember 2015

Lumut Ijang

ASSALAMU’ALAIKUM…
berjumpa kembali dengan saya, semoga tidak kangen yaa,, hehe

Abdul fatah menulis dalam status FB-nya, ‘’Lumut tidak akan berkumpul pada batu yang menggelinding.’’ Kalimat ini distatuskan oleh sahabatnya, Ijang. Fatah langsung menyukainya. Itu pertanda, ia setuju dengan metaforanya.
Namun, setelah di search diGoogle, ia menemukan beberapa fakta terkait lumut. Berikut diantaranya :

1.   Tumbuhan lumut memiliki peran dalam ekosistem sebagai penyedia oksigen, penyimpan air (karena sifat selnya yang menyerupai spons), dan sebagai penyerap polutan.
2.  Tumbuhan ini juga dikenal sebegai tumbuhan perintis, mampu hidupdilingkungan yang kurang disukai tumbuhan pada umumnya.
3.  Beberapa tumbuhan lumut dimanfaatkan sebagai ornament tat ruang. Beberapa spesies Sphagnum dapat digunakan sebagai obat kulit dan mata.
4.  Tumbuhan lumut yang tumbuh dilantai hutan hujan membantu menahan erosi. Mengurangi bahaya banjir, dan mampu menyerap air pada musim kemarau.

Keempat fakta tersebut membuat Fatah berpikir ulang atas status sahabatnya tesebut.
Ini klarifikasinya.

Terhadap status ‘’lumut tidak akan berkumpul pada batu yang menggelinding’’ ia menginterpretsikan begini, bahwa orang yang berdiam diri, statis, dan malas berpikir lebih cenderung dihinggapi oleh hal-hal negative. Orang yang berdiam diri dan tidak aktif bergerak, lebih rentan terhadappenyakit. Orang statis akan mengalami kehidupan yang membosankan. Orang malas berpikir, otaknya akan dipenuhi oleh kerak-kerak kebodohan.

Sebaliknya, mereka yang aktif bergerak, beraktivitas positif, berolahraga, dan berolahjiwa tidak akan dihinggapi ‘’lumut’’ dalam hidup dan kehidupannya.
Jadi, lumut lebih mewakili suatu kondisi borok. Yang membuat kehidpuan ‘’batu’’ mewakili manusia menjadi bobrok. Jadi, seolah-olah lumut sebagai pihak yang negative.

Namun, setelah mencari tahu apa dan bagaimana tanaman lumut itu, Fatah menjadi tidak sepenuhnya setuju pada status Ijang tadi.

Justru, lumut dan batu bisa saling melengjapi satu sama lain. Lumut memang bisa membuat batu perlahan-laha hancur dan lumat, tapi bukankah setelah itu akan muncul kehidupan berikutnya yang lebih indah. Inilah mengapa lumut dijuluki tumbuhan perintis. Ia perintis kehidupan. Mungkin saja, batu tersebut tidak bisa bertahan karena strukturnya memang tidak kuat. Lalu lumut menginvasinya. Sekian lama waktu bejalan, batu itu akan di-makeup-I oleh lumut yang hijau. Hijau yang menyegarkan .

Kalau si batu (manusia) mau berkorban untuk ditumbuhi lumut, maka pada akhirnya nanti akan melahirkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi organisme lainnya. Jadi, ditumbuhi lumut, bukanlah suatu hal yang perlu diresahkan. Bukan aib. Bukan hal yang negative. Justru, dengan menjadi natu yang diam, tak bergerak, tidak terus-terusan menggilnding, si batu telah menyediakan dirinya (menjadi medium) untuk ditumbuhi sesuatu yang lebih bermanfaat, yaitu lumut.

Ia hanya ingin menekankan, batu yang diam ditempat yang lembabpun bisa bermanfaat bagi lumut yang kemudian lumut bermanfaat bagi semesta (lihat empat fakta lumut diawal). Jika kita memilih menjadi batu yang menggelinding, terus bergerak alias dinamis, maka kita juga akan menhadapi konsekuensi-konsekuensi yang tidak sedikit. Bisa saja, bermanfaat bagi semesta, bisa pula tidak.

Ujung-ujungnya nanti, batu yang diam dan ditumbuhi lumut secara perlahan-lahan akan hancur pula. Ujung-ujungnya nanti, batu yang terus menggelinding akan aus dan habis. Nah, selama perjalanan menuju ketiadaan itu, peran seperti apa yang akan kita mainkan. Itu saja!


WA’ALAIKUM SALAM…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar